Monday, November 26, 2007
interval- isi hatiku.
Monday, November 12, 2007
Sebuah Balada di Tepi Danau
Beburung berdzikir di kandang Raudhah,
Menyambut azan di tabir senja…
Insan berkasih kerana Allah,
Bertemu, berpisah kerana cinta-Nya…
-Aisyah, dalam film “Syukur 21”
Teringatku akan sebait puisi itu yang pernah mati-matian kuhafal ketika masih di tsanawiyah dulu. Aku, yang masih berumur tiga belas tahun pada saat itu, mengaku bisa merasakan arti puisi itu dengan sebaik-baiknya. Tahu apa kau waktu itu, cibirku sinis.
Sepersekian detik kemudian, kutepis cibiran itu jauh-jauh. Bagaimanapun juga, bait itu telah berjasa banyak. Berapa puluh kali telah kugunakan bait itu untuk menghibur keresahan dan kegundahan orang lain? Berapa kali telah kusebut-sebut sendiri bait itu setiap kali aku akan berpisah dengan orang-orang yang kucintai? Berapa kali bait itu menginspirasi bait-bait pribadiku dalam wujud puisi-puisi tak berbunyi?
Apa karena ia yang mengucapkannya berwajah manis dan bersuara bak pembuluh rindu? Atau karena ia mengucapkannya kepada seseorang yang dicintainya namun harus berpisah setelah itu? Atau karena kesensitifitasanku atas bait-bait semacam itu?
Aku bingung dengan apa yang sedang kupikirkan.
Aku juga bingung dengan apa yang kulakukan saat ini. Tiba-tiba kudapati diriku telah duduk bersandar di sebuah pohon di tepi danau dekat sekolahku. Memandangi langit yang kebetulan biru, meresapi angin semilir yang membelai pipiku, membiarkan musik-musik bermain di telingaku sementara buku kimiaku tertutup rapat di pangkuanku.
Seekor angsa hitam melintas sendu di tengah danau yang sedang kupandangi. Beberapa bangau dan itik-itik cantik ikut meramaikan ballet alami ini. Ada sebuah pertunjukan di sini, pikirku. Mengapa tidak menjadi seorang penonton yang baik?
Slowly slow my child,
The world waits for you…
And your window of time,
Will come shining through…
Slowly slow don’t rush you know,
It’ll all come easy…
There’s something you can’t take back nor regret
For what you’re gonna get,
Need some thinking down the lead…
-Zain Bhika, “Slowly slow”
Perlahan suara merdunya melantun di telingaku. Ia sedang bernyanyi kepada anaknya. Menyuruhnya untuk pelan-pelan, tenang dan semuanya akan berjalan dengan baik. Butuh pemikiran sebelum membuat keputusan, katanya. Karena jika tidak, sesal selalu datang pada akhirnya…
Pipiku basah. Aku menangis. Angin semilir tadi terasa lebih dingin. Aku masih diam. Tak kutahan isakanku, tak ada orang di sini, pikirku.
Beberapa itik terbang rendah dan menyisir danau dengan kepakannya. Masih semilir anginku, turut terbelai pula daun-daun hijau baru di atasku.
Kupandangi langit lebih tajam. Tidak ada awan hari ini. Birunya sangat biru. Seakan-akan laut Bandaku telah berpindah ke atas situ.
Kugiring pandanganku ke riak lembut di danau di depanku.
Kujatuhkan kini pandangku ke angsa hitam tadi. Mengapa hanya hitam? Di mana angsa putih yang selalu cantik menurutku? Angsa hitam tadi hanya melanjutkan balletnya, tak paham akan pertanyaan bodohku tentang angsa lain selain dirinya.
Seekor angsa lain pun melintas, entah dari mana. Putih, ya, warnanya putih. Tetapi mengapa aku tidak merasa lebih senang? Bukankah sebelumnya aku baru merindukan keputihan itu?
Oh, burung pun bernyanyi
Melepaskan rindu, yang terendam malu di balik qolbu…
Oh, angin pun menari
Mencari arti, adakah ini fitrah ataukah hiasan nafsu?
Di dalam sunyi, ia selalu hadir…
Di dalam sendiri ia selalu menyindir…
Kadang, meronta bersama air mata
Seolah tak kuasa menahan duka…
- Maidany, “Menunggu di Sayup Rindu”
Seekor burung bersiul dari atasku, angin semakin membelai lembut pipiku, yang semakin basah dengan sebuah asa. Sebuah asa yang kutakut, bukan milikku untuk kupertahankan…
Aku termenung di bawah mentari
Di antara megahnya alam ini…
Menikmati indahnya kasih-Mu
Kurasakan damainya hatiku…
Sabda-Mu bagai air yang mengalir,
Basahi terik panas di hatiku
Menerangi semua jalanku
Kurasakan tentramnya hatiku…
- Haddad Alwi, “Damai Bersama-Mu”
Aku teringat diriku, yang sedang menepi di lindung bayang dari terik hari ini. Danau dan segala pernak-pernik tataan-Nya perlahan datang memelukku dalam damai yang dalam.
Riak-riak lembut tadi mulai bergelombang kecil, mengalir dalam aliran tak jelas. Tetapi itu bukan tidak menambah kecantikannya. Kuangkat daguku menentang rebakan air mata yang menjadi-jadi. Aku benar-benar biru.
Kulirik sedikit ujung pemandanganku, ada bayang kerudung hitam melambai dari kejauhan. Kerudung itu tak sendiri, ada seorang pria muda berjalan di sisinya dengan ceriwis dua bocah kecil. Kualihkan pandang dan bisik hatiku ke sebelah lain, pemandangan tadi belum milikku.
Kupeluk lututku erat. Kukeluarkan telepon genggamku, kutelusuri satu per satu nomor di situ. Kulayangkan panggilan-panggilan tak berlanjut, sebuah kebiasaan lama yang hampir kulupakan. Kuletakkannya di atas tanah, kembali memandangi alam tanpa geming.
Aku sudah berhenti menangis.
When you feel alone in this world,
And there’s no body to count your tears,
Just remember no matter where you are,
Allah knows, Allah knows…
-Zain Bhika and Dawud Wharnsby Ali, “Allah knows”
Yeah, Allah knows.
Dan teleponku berdering. Aku pun mulai berbicara.
Friday, November 9, 2007
Mereview Sebuah Review
Saya bilang di situ, saya kedinginan dan hampir beku.
maklum saja, waktu itu pertengahan bulan Juli, pertengahan musim dingin di Melbourne.
begini isi entry diary saya waktu itu...
Melbourne, Juli 2005 (tidak ada tanggal, payah ya saya waktu itu?!)
Welcome to
Wow, it is the first day! Waktu pertama kali nyampe tadi, aku ngerasain sesuatu yang keren; aku ngeliat nafas yang keluar dari mulutku kaya di film-film!
Terus kita dijemput oleh supervisor dari sekolah dan homestay (‘ortu’ di sini).
Kita dibawa ke sekolah buat liat-liat and terus kita dibawa ke rumah.
Tahu nggak, sarapannya kereeeeeeeen… hehehehe (alaaaah, paling-paling satu atau dua bulan lagi bakal rindu sama thimphan juga!)
But anyway, I love it. Kita dikasih kamar yang bagus, but still cold lho…
Oh ya, kita juga dibeliin pajamas musim dingin beserta sandal dalam rumahnya and many thing else-lah…
Btw nih, ngantuk!
Udahan yach…
Besok-besok kita sambung lagi, key?
***
Lalu entry berikutnya malah bikin saya senyum-senyum sendiri; benar-benar sebuah jiwa yang hampir tak saya kenali lagi! seakan-akan, tulisan itu milik seseorang yang lain. seakan-akan, saya tak pernah berada di posisi itu. begini entry berikutnya, tepatnya di bulan Agustus 2005...
1 Agustus 2005, di kamar…
Assalamu’alaikum Rin,
Udah hampir sebulan kita di sini.
Minggu pertama, aku homesick beraaaaat…
Sampai nangis-nangis dan nggak berhenti-berhenti. Ibu angkatku alhamdulillah ngerti dan banyak kasih advise, tenang dikit deh…
Eh, udah tenang di hati, giliran otak-ku yang shock!
Masih di minggu pertama aku anggap semua pelajaran itu pelajaran Bahasa Inggris semua jadi aku mikirnya gini nih, “Koq ni pelajaran ga ada abis-abisnya ya?!”
Hehehe… gila bok!
Temen-temennya aneh lho, Rin!
Mana waktu awal masuk ke sekolah ini pake acara dikenalin di depan anak-anak di panggung waktu general assembly lagi! Malu… but it’s kz-lah, Allah punya rencana!
Rupanya ada beberapa anak
Baju seragamnya keren,… tapi tetap aja dingin!
Se-cool-cool-nya sekolah ini, lebih cool lagi cuacanya!!!
Aku aja bobo’-nya pake baju 3 lapis, sarung tangan, kaos kaki, kerudung dan 3 lapis selimut; berat nggak tuh? Kalau di sini biasa aja kali yeee? Coba dibawa ke Banda aceh, melelehlah semua salju (emang ada salju di Aceh?) alias keringatan melulu! Hehehe…
Weekend kemaren aku nelpon ke rumah.
Waaaaa…. Banjir! Sesenggukan super hebat!
Nggak nyangka mama bakal semangatin segitunya, hiks, hiks, sedih deh…
Besoknya kita ke city, biasa lah, jalan-jalan.
Dan ternyata ibu-ibu di mana-mana sama aja; jalan 1 jam beli barang 1 gram,
Weleh-weleh… gimana nggak pegal?
Minggu kedua, sekolah lagi. Udah lumayan ngerti sistemnya.
Aku juga udah mulai sadar kalau ini
Tiap pagi aku masih kedinginan, susah aja.
Aku juga down abis nih! Banyak PR yang harus dikerjain.
Mana nggak ngerti-ngerti amat lagi, pokoknya ruwet.
Masih teringat rumah terus-terusan, tiba-tiba nangis, senyum sendiri, waaaaah, gila deh!
Yang biasanya bergantung (emangnya kelelawar???) sama teman sekarang sudah harus sadarkan diri...
Pokoknya di sini aku dibanting 180o!
Minggu ini kami dua kali excursions. Excursion itu ya Rin, semacam perjalanan ke luar sekolah atas alasan yang berkenaan dengan pelajaran gitu.
Jadi kami ke
Yang pertama yang buat Physics itu, kami nonton pertunjukan tentang Albert Einstein yang aku sama sekali nggak ngerti! (English semua sih! Huh!) ngomong English kok di hidung gitu sih?! Nggak kedengaran apa-apa tau! Dasar Australian accent!
Terus yang kedua buat Arts, kami sketching object di sini. Aku jumpa beberapa warga local yang sempat menyampaikan simpati mereka atas tuduhan teroris kepada muslim di sini (serius banget neeeeh, hehe)
Eh udah dulu ya, mau buat PR ni!
***
ah, itu 2.5 tahun yang lalu, sesuatu yang saya harap sudah berubah ke arah yang lebih baik, ameen..
sekarang, semua worries itu sudah menguap.
rindu rumah bukan lagi hal baru,
kesusahan dalam English juga sudah banyak berkurang,
pertanyaan-pertanyaan atau pengalaman-pengalaman miring di bus, train, tram atau tempat-tempat umum lain yang berkenaan dengan agama sudah bisa saya lewati sebaik mungkin...
ketergantungan akan teman juga sudah jauh berkurang; saya akhirnya sadar jika DIA lah teman sejati.
wah, hidup. Besok ada apa lagi ya?
Tak terasa tak lama lagi saya harus meninggalkan Australia dan semua kenangan-kenangan ini (yang sudah berhasil memenuhi sebuah buku kwarto 100 halaman!).
akhirnya high school akan berakhir juga,
saya praktisnya bukan anak sekolahan lagi,
WELCOME TO THE REAL WORLD, NURIL!
doakan saya semakin bisa mengerti arti hidup ini...
perjuangan baru saja dimulai!
Wednesday, November 7, 2007
Teknik Sipil; apa berarti "keren"?
wuah.. wuah....”
Sunday, November 4, 2007
Tuhan, ada cerita!
ada sederet yang akan kutemui,
kemalasan bukan alasan yang harus dicari-cari,
karena ia yang Kau kutuk selalu membisiki.
Tuhan, kepalaku Kau uji pula,
sebagiannya bertalu-talu tak kentara,
bagai gong dipukul bergema,
tak hendak paham beban di jiwa.
Tuhan, sejak kapan aku lupa tuk meyakini-Mu?
secara sudah lebih dari sering kutimba ilmu
tapi bagai orang asing tak pernah bertemu
kucicip sesisip kasih-Mu bagai jemu
Tuhan, kuhadiri sekolah, tak kukunjungi belaka
tak hanya teori, tapi pembuktian juga kucoba
mereka berkata, aku akan berjaya
entah itu ramalan, entah itu doa.
Tuhan, hari ini sudah berlembar-lembar latihanku
tumpul sudah pensil di tanganku
sementara kepalaku masih kuanggap buntu,
apa yang salah denganku?
Tuhan, kutulis puisi ini
karena aku tak punya sesiapa untuk berbagi
resah, ketakutan dan rindu ini tak mungkin kusebari
demi semua jiwa juga mengalami
Tuhan, satu lagi ada pinta
biar kisah ini hanya milik kita
jangan ceritakan pada ia yang bernama Nisa
kasihan, katanya ada asa lain yang menggoda
Melbourne, 4 nov 07
Thursday, November 1, 2007
Kalau hidup kita difilmkan, soundtracknya apa? [idea by Hendra Veejay]
semalam saya sempat minta masukan-masukan tertentu tentang DIA pada Hendra Veejay, seorang penulis unik dari FLP Bandung (kalau tidak salah bukan begitu? ;D) yang kebetulan sudah masuk dalam ym list saya (ga nyambung banget sih!)
tak hanya beliau, ada beberapa orang lain di ym list saya yang saya minta lalu terima taushiyah-taushiyahnya, semua mengantarkan saya ke satu dari sekian pertemuan paling manis dengan-Nya, alhamdulillah (terima kasih kepada anda semua, semoga DIA membalas jasa kalian)
sempat saya menulis sebuah puisi tadi malam, namun berhubung laptop saya freeze dan saya harus me-restart lagi, maka hilanglah semua yang sudah saya tulis.
awalnya saya kecewa tidak bisa mem-post puisi tersebut yang saya kira satu dari sedikit puisi yang bisa direnungi bersama MP'ers lainnya.
namun kemudian saya ingat, jika DIA, sebagai Pembaca Segala-gala tentu sudah 'membacanya' dari dulu.
maka saya percaya bahwa DIA sebagai Pembaca Terbaik bisa mengirimkan saya analisa dan kritiknya secara lebih pribadi dan saya menantikan itu...
anyway,
saya lalu disuguhi sebuah 'masukan yang off track' oleh Hendra Veejay sesaat sebelum beliau memutuskan untuk pulang (dari warnet kah? ;D),
masukannya berbunyi seperti ini
"eh... baca MP ku deh, ada tulisan baru... "Kalau hidup kita difilmkan, soundtracknya apa" terus cobain deh, pasti rada terhibur..."
terus saya cobain
jadi begini permainannya
Buka software pemutar musik (iTunes, Winamp, Media Player, dll)
- Simpan lagu yang disuka (kalau bisa di atas 30)
- Setting acak atau “shuffle”
- Mainkan
- Setiap 1 situasi, tulis lagu yang diputar
- Untuk situasi selanjutnya, cukup pilih “Next”
- Jangan curang, nikmati dan terima lagu yang diputar apa adanya sebagai soundtrack
- Kecuali kalau lagu yang sama terputar lagi, baru boleh klik “Next”
- Adapun situasi-situasinya adalah; Opening Credits, Waking Up, First Day At School, Falling In Love, The Relationship, Fight Song, Breaking Up, Prom Night, Life, Mental Breakdown, Driving, Flashback, Getting Back Together, Wedding, Birth of Child, Final Battle, Death Scene, Funeral Song, End Credits
nah, beginilah hasilnya dengan "film kehidupan" saya

yup, lagu Saujana yang dibawakan oleh grup nasyid Saujana dalam album Jalan Sehala ini kayanya boleh deh jadi opening credit. musiknya yang mellow tapi beating dengan ritmik teratur bernuansa oriental disertai lirik tentang gunung Fuji di Jepang, kelopak-kelopak bunga Sakura... hehe, pura-pura saya lahir di Jepang kali ya...terus nama aktor-aktornya muncul di sisi layar satu-satu....wuizzz....

mmm...subhanallah, yang ini harus diaminkan deh... kalau setiap pagi saya bangun dengan mengingat Rasulullah sebagai teladan terbaik sepanjang masa, pasti hidup saya (baca: film saya) akan selalu mencoba mengikuti jejak-jejak beliau, amiiiiin.... (sejauh ini, film saya masih membahagiakan ni, selanjutnya apa ya?)
3. First Day at School : Yusuf Islam and Children - I Look I See

Waduh, cocok banget, anak baik! masuk sekolah langsung deh nalar 'observasi'-nya muncul, I look, I look I see, I see the world of beauty....hehehe... bagus, bagus, perhatikan alam ini dan temui jalan-Nya, terus baca ayat-ayat-Nya di alam ini nak...nanti hidupmu akan diterangi oleh-Nya terus amiiiin....

ya elaaah, jatuh cinta kok malah lagu perpisahan gini sih?! lagu ini kan soundtracknya film Petualangan Sherina, favourite saya waktu masih SD dulu di mana Sherina harus berpisah dengan teman-temannya saat harus pindah ke Bandung!!! O....., I get it, jadi jatuh cintanya pas SD gitu ya? terus karena harus lanjut ke SMP n ga jumpa lagi sama si 'itu' jadinya sedih gitu ya? hehehehe....hatiku sedih, hatiku gundah..tak ingin pergi berpisaaaah ;D cape deeeh! hehehe..
5. The Relationship : Tazakka - Rumahku Syurgaku


lebih ga bener ni, tadi kan katanya masih SD, lha kok sudah harus berkeluarga? kacau man, kacau! tapi kalau dipikir-pikir untuk sebuah relationship memang hubungan keluarga itu adalah yang paling menenangkan...rumah itulah istana kita, di mana relationship antara ibu, ayah, dan anak-anak yang sesuai jalan-Nya akan membuat gubuk menjadi sebuah istana.....:)

memang saya main filmnya ditakdirkan tidak untuk berantem oleh SUTRADARAnya. jadi adegannya kali gini ya; diajak baku hantam malah mundur sambil ngomong gini, terimalah aku seperti apa adanya, aku hanya insan biasa tak mungkin sempurnaaaa.... (hehe, bilang aja takut, malah ngajak negosiasi hihi...) musiknya yang pop abis dengan drumnya yang kentara sih bisa diartiin gini; musuhnya ga peduli dengan negosiasinya n hantaam!! xp
7. Breaking Up : Saujana - Inikah Ertinya Cinta?
kacauuu kacauuuu, dari tadi kok patah hati terus sih? :( hehe..
tapi di sini tu beda lho, kalau menurut lagu ini yang rupanya masih dari Saujana juga, saya meninggalkan si 'itu' karena saya masih ingin mencari cinta yang lebih sejati....cinta DIA yang tadi malam sempat saya kira hilang (astaghfirullah..)
8. Prom Night : UNIC - Tika Itu

9. Life : Gradasi - Persembahan Cinta
alhamdulillah, normal lagi deh hidup saya (baca: film saya). hidup saya yang memang sering terseret-seret dalam salahnya arti cinta palsu yang sering dirujuk orang dengan istilah VMJ alias Virus Merah Jambu akhirnya kembali ditarik lagi oleh-Nya lewat cara-Nya....acapella beritmik lembut dan teratur dengan pengungkapan rasa yang terindah tentang berkembangnya cinta yang semerbak wangi dalam jiwa seperti menggambarkan diri saya yang sangat labil dalam memegang kata yang satu itu; cinta.

dalam kehancuran hidupnya atas masalah-masalah yang menimpanya, rupanya tokoh kita yang satu ini masih bisa shalat di mana saja macam yang dinyanyiin sama Dawud ( di ruang ganti supermarket pun jadi! hehe)
bagus, nak...gitu dong, kalau having mental breakdown, shalat terus sabar... insya Allah pasti pertolongan Allah datang juga bagi mereka yang sabar.
11. Driving : Hafiz Hamidun - Dengarkanlah Segalanya


ok, jadi flashbacknya ke siapa ni? ke seseorang yang very special gitu? ok deh, klop.xp
13. Getting Back Together : Justice Voice - Ternyata
Ternyata, Allah sayang kita!!! alhamdulillah deh, kalau gitu kita bisa getting back together karena Allah sayang kita semua, jadi ga boleh berantem lagi oqah say? (halah)
14. Wedding : Tompi - Balonku
ini ni yang paling ga waras, harusnya ni lagu buat the first day at school di TK gitu...masa buat nikah sih? OGAH.
15. Birth of Child : Dawud Wharnsby Ali - The Blue Sky is Blue
mmmm....lagunya sih emang dari perspektif anak kecil, tapi bukan bayi! jadi gini aja, anaknya ini uda gede terus ngomong gini ke ibunya (mmm...saya ya? hehe): i dont wanna be a grown up like the grown ups i have seen, cuz the grown ups i have seen seem not to have much fun, they dont get down on the floor enough to pray or to play with the toy!
ok deh sayang, jangan cerewet, ibu lagi masak ni! ( hehe)

aduh kang Hendra, kok ga bilang-bilang sih ini film eksyen? berantem mulu. tuh, saya orangnya damai, dari pada berantem, nasyid aja yuk! (apaan sih?)
17. Death Scene : Opick - Rapuh

sedang menghela nafas terakhir, detik waktu terus berjalan berhias gelap dan terang, suka duka, tangis dan tawa tergores bagai lukisan ....semua itu diflash back oleh DIA; semua amalan saya yang lebih banyak melupakan-Nya dan rapuh dalam memegang sebongkah cinta titipan-Nya... aduh filmnya mulai menyedihkan, siap2 sapu tangan!
15. Funeral Song : Dawud Wharnsby Ali - Afraid to Read
justru karena amalan saya yang terkadang kurang ikhlas, tiba-tiba sang aktor utama merasa takut bahwa ia akan merasa takut untuk melihat buku amalannya seperti soundtracknya : that day, I'll be so afraid to read (baca: buku amalan), every harsh word that i've spoken, everytime that i have lied
16. End Credit : Sherina - Bintang-bintang
no comment deh, uda cape2 serius kok malah dapat ini sih buat credit akhirnya..ya udah ga papa, musiknya yang lembut bisa mengiringi nama-nama aktor dan semua pihak yang telah membantu terwujudnya film ini....