
Membunuh goda syaithani
Menolak bara duniawi
Harap antar kita ke taman syurgawi

Pinta ridha
Mohon mahabbah
Rentangi siang dan malammu.
*****
Saat tulisan ini lahir, aku tenggelam dalam dekapan seorang saudari karena tak sanggup lagi tegak dalam sesenggukan. Beberapa lain di sekitar kami larut, membiarkan kasih sayang basah lewat pipi-pipi mereka menyertai.
"Ukhti, tak kah kau ingin menulis puisi, hanya satu yang pendek saja, lalu kaukirimkan ke ibumu? Pernahkah kaumenulis tentangnya?"
Dan ketika aku menjawab pertanyaannya, ia langsung mendekapku. Aku, yang memang sudah rindu padanya karena sekian waktu tak sua, membiarkan cerita - yang hanya kami yang tahu - menyatu dalam guncang bahu dan pelukannya. Siang itu, beberapa mata terbukti masih punya beberapa genggam cinta, untuk ibunya. Ukhti, aku mencintaimu (sangat, sangat mencintaimu) karena Allah. Maaf aku jarang memberi waktuku untuk mendengar keluh-kesahmu.
"Ukhti, tak kah kau ingin menulis puisi, hanya satu yang pendek saja, lalu kaukirimkan ke ibumu? Pernahkah kaumenulis tentangnya?"
Dan ketika aku menjawab pertanyaannya, ia langsung mendekapku. Aku, yang memang sudah rindu padanya karena sekian waktu tak sua, membiarkan cerita - yang hanya kami yang tahu - menyatu dalam guncang bahu dan pelukannya. Siang itu, beberapa mata terbukti masih punya beberapa genggam cinta, untuk ibunya. Ukhti, aku mencintaimu (sangat, sangat mencintaimu) karena Allah. Maaf aku jarang memberi waktuku untuk mendengar keluh-kesahmu.
No comments:
Post a Comment