Hari ini setahun lalu, kita sempat
melarikan diri dari keramaian after-conference partying mob of YLI Annual
Conference di Hotel Borobudur. Jalan kaki melalui trotoar, pedagang-pedagang
kaki lima, kendaraan lalu lalang dan keramaian orang bermalam minggu. Ke mana?
Awalnya cuma jalan. Menggunakan kaki yang bersepatu. Tujuan belakangan. Lalu
akhirnya kita memutuskan untuk menuju lapangan Monas. Duduk di situ padahal
sudah jam 23.00. Dan kita baru bangun dan kembali ke hotel pukul 01.00. Hampir
lupa diri sebab rupanya Jakarta tengah malam masih seperti Banda Aceh sore
hari.
Di hamparan rumput itu, kita duduk dan
memandangi langit Jakarta yang bintangnya sangat minimal. Menatap-natap langit
yang jadi berwarna-warni sebab lampu-lampu dari bangunan-bangunan tinggi di
bawahnya. Kita bicara. Tentang Aceh. Tentang Indonesia. Tentang pendidikan.
Tentang politik. Dan tentu saja, tentang cinta. Kurasa, jika para ondel-ondel
(yang menurutku agak sedikit menyeramkan masih berkeliaran tengah malam) tahu
kita bicara tentang apa, kita akan disuruh,tidur saja dan mewujudkan sisa
pembicaraan dalam mimpi.
Masalahnya ondel-ondel itu tidak tahu,
bahwa kita selalu dan terlanjur percaya ada yang namanya mimpi di luar tidur.
Kita sudah membuktikan beberapa kali. Hanya dari coretan saat kita masih tsanawiyah
dulu di MTsN I Banda Aceh, hingga saat itu ketika kita sudah selesai kuliah;
aku akan menjadi dokter, dan engkau psikolog. Dan bahwa kita sadar benar,
perjalanan masih sangat panjang, kami tak akan berhenti di sini saja.
Dan lagi para ondel-ondel itu tidak pernah
tahu bahwa khusus malam itu, justru kita memutuskan bahan bicara akhirnya lebih
mendominasi masalah hati. Cinta. Khas anak muda yang mulai bertanya-tanya, aku
mau ke mana. Dan kita berbicara. Tentang orang-orang yang mungkin tak pun
memikirkan kita. Yang jauh. Yang tidak berbentuk. Khayalan yang mungkin akan
ditertawakan debu-debu kota Jakarta.
Kita (pernah) percaya bahwa pangeran kita hadir
dari negeri antah berantah. Dengan pemikirannya yang memesona. Yang auranya
cerdas mencerdaskan. Yang tak pernah habis bahan pembicaraan. Yang siap
memimpin bangsa bersama kita di sisinya, bukan di belakangnya. Yang membuat
kita merasa seperti ratu yang dewasa dan tuan puteri yang jenaka di saat
bersamaan.
Kemudian kita tenggelam dalam gelombang
pengharapan yang terlalu besar, kita hampir tenggelam. Bahwa pangeran kita akan
datang dan meminta tangan kita; untuk dibawanya berkelana ke negeri-negeri bersamanya.
Sedikit banyaknya, kita sempat seperti para princesses di kartun-kartun dongeng
yang hanya bisa menunggu diberi kecupan baru bisa bangun dari tidur dan lara
berkepanjangan. Jika kuingat lagi, betapa menyedihkannya. Sebab cinta
seharusnya saling mendekati, bukan cuma menunggu. Bukan cuma berharap, tapi juga
berusaha. Bukan pasrah pada keadaan, tapi kita selalu senang jika sedikit
saling memperjuangkan.
Ternyata kita waktu itu overlooked. Kita memcoba
melihat cinta di ujung samudera sementara hanya menutup mata dari yang tepat
ada di depan mata. Dan parahnya lagi, aku, sempat agak gulana. Karena engkau
mulai membuka hati. Dan kini tak untuk yang jauh lagi, melainkan sosok yang
padahal kita kenali bersama sejak suatu lomba cerdas cermat bidang studi Bahasa
Inggris di FKIP Pendidikan Bahasa Inggris, Unsyiah, di kota kita sendiri. Tinggal
aku, yang masih punya secuil harapan, akan dibawa mengarungi bahtera di
samudera lain selain yang sudah biasa kuarungi sendiri di kota kita. Naif dan
takut di saat yang bersamaan.
Lalu akhirnya setelah bicara panjang,
akhirnya kita pulang. Esoknya aku kembali ke Aceh dan setelah beberapa jenak
menarik nafas, aku pun memutuskan untuk "benar-benar pulang". Aku
harus membuka hati. Harus. Dan itulah pertama kali aku pulang dalam arti yang
sebenarnya. Aku pulang secara hati.
Dan selang sebulan kemudian pada tanggal 6
Juni 2014, akhirnya aku mengatakan "ya" pada seseorang yang
dijodohkan denganku oleh seorang ustadzah. Dengan perasaan yang hampa. Murni
hanya percaya Tuhan tidak akan pernah mempertemukam manusia secara sia-sia.
Bahwa meskipun seseorang tersebut ternyata berdomisili hanya 1.6 km dari rumah.
Meski ternyata beliau adalah adik dari seorang kakak yang kukenal sejak dulu.
Bahkan jika beliau adalah teman dekat seorang abang senior di kampus yang
terkenal dekat dengan kami adik-adik angkatannya. Ya. Ternyata memang kedamaian
itu tidak pernah jauh. Cinta itu, kadang, Tuhan titipkan pada yang dekat. Kita
yang kadang sombong dan merasa bisa mencari sendiri dan berharap pada bintang
yang di langit; sudah jauh, hanya berkedip sesekali dan jika memang bisa kita
capai, tentu tak bisa kita sentuh sebab pijarnya yang mematikan.
Lihat saja blog entry ini. Muncul setelah 6
bulan usia pernikahanku. Aku terlalu menikmati hari-hari di dunia nyata aku
lupa untuk menuliskannya. Abaikan keresahan di blog entry sebelum ini. Begitulah
kira-kira suasana hati yang kubawa pulang setelah duduk di lapangan Monas tengah
malam itu bersamamu. Aku telah salah khawatir tidak pada tempatnya. Ternyata ada cinta
yang menenangkan. Membahagiakan. Membelajarkan. Memeluk sekaligus melepas
terbang. Dan aku masyuk pada cinta yang ternyata tak pernah jauh ini.
Dan engkau pun demikian. Kutunggu engkau
tiba di sini minggu depan. Akan kucoba arrange cara agar bisa menghadiri
pernikahanmu beberapa pekan lagi meski aku akan sedang di Tapak Tuan untuk
internsip. Kapan-kapan, kita harus duduk-duduk random lagi, kurasa. Sebab
banyak duduk-duduk random itu yang justru jadi milestone buat tumbuh kembang
persahabatan kita. Sejak masih jadi peserta lomba saat tsanawiyah, menjadi siswi
SMA terpisah benua, kuliah di kampus yang berdekatan, lalu kembali terpisah
benua, provinsi dan (akan juga) kabupaten minimal. Dari labil-labil remaja
mendadak dewasa hingga akhirnya settled down membangun rumah tangga dan suatu
hari, ibu dari anak-anak yang akan melanjutkan cerita persahabatan kita dengan
cara mereka sendiri.
Selamat datang setelah setahun merantau,
Ruz. Selamat (segera) menempuh hidup baru. We have more topics than ever buat cerita
dan diskusi, jangan kita habiskan sekalian, jadi cukup di sini dulu. ;)
Jakarta - Aceh, 5 Mei 2014 – 5 Mei 2015
Bersama seorang sahabat yang tidak hanya bertumbuh secara fisik tapi juga secara mental
Persahabatan yang indah :)
ReplyDelete